Program Pendidikan Gratis Belum Maksimal di Sumsel

29/04/2011
By Dave
Share
Tweet
  • Ilustrasi

    Swarapendidikan.com Palembang- Dua tahun pelaksanaan program berobat gratis dan pendidikan gratis di Sumatera Selatan (Sumsel) ternyata dinilai belum berjalan maksimal dan tidak transparan.

    Penilaian itu mencuat dalam diskusi publik yang digagas Forum Musyawarah untuk Mengentaskan Kemiskinan (Mustakim) Sumsel. Menggandeng sejumlah pengamat ekonomi, akademisi, praktisi kesehatan,serta media massa, Forum Mustakim berusaha mengulas tuntas hasil montoring dan evaluasi program gratis tersebut.

    Dalam paparannya, Ketua Pokja Monev Mustakim Hanif el Islam mengatakan, program gratis yang dicanangkan di Sumsel masih belum menyentuh masyarakat lapisan bawah. Bahkan, masyarakat masih banyak yang belum tahu bagaimana dan apa sebenarnya pengobatan gratis tersebut.

    “Masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan program sekolah gratis dari pusat dan daerah (BOS dan sekolah gratis). Selain itu, informasi yang dilakukan pun banyak didapat dari mulut ke mulut,”ujar Hanif di Hotel Swarna Dwipa, Palembang,kemarin. Dia menjelaskan, selama pelaksanaan program berobat gratis, banyak masyarakat yang mengaku belum terlayani dengan baik atas program tersebut.

    Bahkan, banyak pula sumber daya ma-nusia (SDM) yang terlibat dalam pelaksanaan program itu menganggap sebelah mata. “Ini yang kerap kali kita terima (dari masyarakat). Karena gratis, akhirnya SDM yang terlibat menjadi enggan dan lebih mendahulukan pasien yang membayar ketimbang masyarakat miskin,”ujarnya. Begitu pula dengan pelayanan sekolah gratis.

    Menurut lembaga yang berinduk di Kota Bandung,Jawa Barat,ini, sebagian besar perencanaan program sekolah tidak pernah melibatkan masyarakat dan orang tua murid dalam setiap pengambilan keputusan, terutama soal transparansi dana. ”Banyaknya keluhan di masyarakat itu, makin diperparah dengan tidak adanya media untuk menyampaikan keluhan. Alhasil, keluhan hanya disampaikan secara lisan hingga jarang ditanggapi para pengambil kebijakan,” katanya.

    Hanif juga mengungkapkan, Forum Mustakim melakukan monev dengan melakukan metode pembagian kuesioner kepada masyarakat di dua wilayah, yakni Kota Pagaralam dan Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan. “Jumlah responden kita sebanyak 60 orang dengan standar error 10%,”tukasnya. Di tempat yang sama, Ketua Forum Umat Islam (FUI) Sumsel Umar Said bahkan mengaku menemukan banyak penyelewengan terhadap program pengobatan gratis tersebut.

    Salah satu informasi yang didapat pihaknya, telah terjadi praktik jual beli kartu Jaminan Kesejahteraan Masyarakat (Jamkesmas). Sayangnya, Umar enggan menyebutkan lokasi persisnya. “Yang pasti di daerah-daerah kabupaten/kota,”katanya. Umar mengatakan, dalam praktik menyimpang tersebut, kartu Jamkesmas diduga dijual seharga Rp500.000– Rp1,5 juta.“Ini yang salah siapa. Apakah RT-nya yang tidak melakukan pendataan, atau kartu tersebut memang tidak sampai ke mereka yang berhak menerimanya.

    Sebab, meski nama dan alamat tertera jelas, tapi yang bersangkutan tidak ada dan tidak berdomisili di lokasi tersebut, dan ini yang disalahgunakan,” katanya. Umar menilai pelaksanaan program gratis ini awalnya merupakan sebuah gerakan kampanye pencitraan, yakni masyarakat diberikan janji dan dibuai dengan fasilitas. “Sebenarnya bagus.Dengan begitu, masyarakat bisa menetapkan pilihan terhadap figur yang peduli terhadap mereka. Ini terlepas dari siapa pun yang menjabat saat ini,”sindirnya.

    Namun, lanjut Umar, program ini sebaiknya jangan diabadikan terlalu lama.Jika tetap dibiarkan, dikhawatirkan menimbulkan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. “Pola mesti diubah. Konsep yang lebih jelas harus dirintis lagi. Salah satunya dengan membangun koordinasi secara komprehensif. Dengan begitu, setiap kebijakan yang diputuskan membawa dampak positif bagi masyarakat,” katanya.

    Umar mencontohkan, di desa terpencil misalnya, untuk menuju sebuah puskesmas, masyarakat harus mengeluarkan ongkos. “Meski mereka berobat gratis, tapi ongkos yang dikeluarkan tak sebanding. Jadi sama saja (tidak gratis). Lebih baik jika dilakukan subsidi silang,” paparnya. FUI Sumsel berjanji mengawal program ini agar sesuai harapan pemerintah dan masyarakat, salah satunya dengan memberikan tausiyah kepada masyarakat.“Bila perlu pimpinannya juga kita berikan tausyiah. Dengan begitu, mata dan hati mereka bisa lebih sinkron,”ujarnya.

    Hanya Membonceng

    Sementara itu, pengamat ekonomi nasional Zulkarnainsyah mengungkapkan, seharusnya pemerintah daerah lebih optimal dalam memberikan pelayanan gratis seperti sekolah dan berobat gratis. Tetapi kenyataannya, program yang digulirkan merupakan program nasional dan Sumsel cuma membonceng program tersebut. “Jadi Pak Gubernur (Gubernur Sumsel H Alex Noerdin) hanya mendompleng (program nasional). Masyarakat hanya dijanji-janjikan, padahal itu merupakan program nasional,”tudingnya.

    Zulkarnainsyah mengatakan, apa yang digratiskan tersebut sebenarnya belum berjalan optimal. Pasalnya, layanan gratis tersebut tidak pernah prima atau secara penuh diberikan kepada masyarakat. Terbukti, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan program tersebut dengan baik. “Gratis itu artinya diberikan cuma-cuma. Jadi, kalau gratis harus diterima apa adanya, jangan macam-macam.

    Namanya dikasih, jadi tidak perlu banyak syarat. Akibatnya, permasalahan masih banyak muncul di sana-sini,” tukasnya. Sementara itu,Peneliti dari Pilar Nusantara (PINUS) Saparudin Adam mengungkapkan, Jamsoskes Semesta pada 2010 dananya mencapai Rp240 miliar, dengan asumsi masyarakat yang menggunakannya mencapai 4 juta orang dengan premi Rp5.000 x 12 bulan.

    Dana tersebut belum lagi ditambah dana sharing dari kabupaten/kota. Akan tetapi, pada APBD perubahan, dana yang ada mencapai Rp149 miliar. Ini berarti tidak lagi 4 juta masyarakat yang menggunakan layanan tersebut. Padahal, dinyatakan bahwa pelayanan Jamsoskes Semesta berarti seluruh masyarakat dapat menikmati layanan ini. Ini artinya terjadi penurunan pengguna jaminan kesehatan masyarakat.

    “Kita melihat masih banyak kendala terhadap program sekolah dan berobat gratis. Di daerah apalagi,kebijakan yang dibuat tidak ada yang sama. Akibatnya,banyak masyarakat yang belum mendapatkan layanan tersebut,”tandasnya.

    Sumber: seputar-indonesia.com

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    *

    ARSIP BERITA

    Selamat Bekunjung, Semoga Bermanfaat

    Blog ini adalah blog non profit dan dipersembahkan untuk para peminat dan praktisi dunia pendidikan untuk mengurai benang kusut pendidikan di daerah-daerah terpencil. Ini hanya sekelumit informasi mengenai pendidikan di daerah-daerah terpencil di Indonesia baik Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan pulau-pulau kecil di wilayah Indonesia. Untuk memperdalam dan menambah informasi mengenai dunia pendidikan, kami mengambil berbagai informasi baik opini, berita, maupun artikel yang berhubungan dengan dunia pendidikan di daerah terpencil.

    Terimakasih telah berkunjung ke SwaraPendidikan