Ilustrasi
Swarapendidikan.com Medan- Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengatakan dari 31 juta siswa sekolah dasar (SD) di Indonesia tercatat 1,7% atau sekitar 500 ribu-an siswa yang putus sekolah.
“Jumlah ini jika dilihat dari persentasenya memang sedikit, namun jika dilihat jumlahnya tentunya cukup besar juga karena mencapai 500 ribuan ,” katanya di Medan, di Medan, Sabtu (23/4).
Ia mengemukakan hal itu pada Seminar Nasional bertajuk Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), Antara Idealitas dan Realitas sekaligus memperingati 100 tahun KH Abdul Wahid Hasyim di Universitas Medan Area (UMA).
Menurut dia, salah satu persoalan yang masih dihadapi dalam dunia pendidikan, selain masalah akses, juga ditemukan masih banyaknya anak di usia sekolah dasar (SD) di Indonesia yang terpaksa harus putus sekolah (drop out).
Banyak hal yang menyebabkan mereka harus putus sekolah, salah satunya adalah karena permasalahan ekonomi. Ini adalah fakta yang terjadi saat ini dan persoalan ini harus terus kita sikapi bersama,” katanya.
Menurut dia, setelah merdeka 66 tahun masih banyak anak SD yang putus sekolah dan tak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan. Selain masih tingginya jumlah siswa yang putus sekolah, jumlah perguruan tinggi juga relatif sedikit dibandingkan dengan negara lain.
“Perguruan tinggi kita belum dapat bersaing dengan perguruan tinggi negara lain. Ini adalah tugas kita bersama untuk membenahi, termasuk masih banyaknya jumlah calon mahasiswa yang tidak mampu untuk melanjutkan ke perguruan tinggi karena faktor ekonomi,” katanya.
Dalam paparan sebagai pembicara kunci dalam seminar tersebut, Mendiknas mengharapkan agar mahasiswa menanamkan kemuliaan yang ditentukan oleh tiga faktor, yakni cita-cita, keilmuan dan kepribadian seperti yang telah dilakukan almarhum KH Wahid Hasyim.
Almarhum KH Wahid Hasyim merupakan teladan yang memiliki pandangan jauh dan optimistisme dalam merancang dan mendesain pembangunan pendidikan di negara kesatuan ini.
“Alm KH Wahid Hasyim meninggal dunia di usia 39 tahun, waktu singkatnya itu berhasil membentuk ide dan gagasan pluralisme sebagai karakteristik bangsa. Beliau juga menggabungkan konsep keilmuan dan mempersatukan pendidikan Islam dan pendidikan umum, serta kepribadian dan integritasnya merupakan implementasi mewujudkan peradaban berbangsa dan bernegara,” katanya.
Sementara itu, putri kedua almarhum KH Wahid Hasyim, Aisyah Hamid, mengatakan, sejak kecil Wahid Hasyim giat mempelajari ilmu-ilmu kesusastraan dan budaya Arab secara otodidak.
“Dia ( Wahid Hasyim) mempunyai hobi membaca dan hafal banyak syair Arab yang kemudian disusunnya menjadi sebuah buku. Seminar di Medan ini adalah rangkaian dari peringatan 100 tahun KH Wahid Hasyim yang digelar di beberapa kota,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, mengatakan, seminar tersebut diharapkan dapat menjadi motivasi dan spirit/semangat bagi generasi muda, terutama mengikuti pola pemikiran Alm KH Wahid Hasyim.
“Salah satu penekanan yang harus diimplementasikan dalam seminar ini adalah pendidikan karakter yang telah dicanangkan Presiden SBY,” katanya.
Sumber: mediaindonesia.com