Dari Tukang Becak Jadi Tokoh Pendidikan

06/04/2011
By Dave
Share
Tweet

Swarapendidikan.com Palembang- Merantau dari desa ke Jakarta membuat Sukirno muda harus berjibaku demi menghidupi dirinya.Namun,kehidupan keras Ibu Kota tidak menyurutkan langkahnya meraih kesuksesan.

Dari sebuah desa bernama Cangkingan yang berada dalam wilayah Kecamatan Karang Ampel,Kabupaten Indramayu, Jawa Barat,Sukirno kecil menghabiskan waktu kecilnya.Dilahirkan dalam keluarga besar,13 bersaudara, Kirno merupakan anak keempat dari pasangan (almarhum) Armadi dan (almarhumah) Karmi.Karena orang tuanya hanya bekerja sebagai petani, maka kesempatan Kirno dan saudara-saudaranya untuk mengenyam pendidikan seolah dibatasi oleh keadaan. Setamatnya dari sekolah rakyat (SR),Kirno melanjutkan pendidikan SMP dengan masuk ke Pendidikan Guru Agama (PGA).Namun saat bersekolah di PGA itu, empat tahun ajaran dilalui Kirno tanpa menunjukkan tanda akan menyelesaikan sekolahnya.

Akhirnya ia pun mengikuti ujian kesetaraan di SMP Negeri 1 Karang Ampel pada tahun 1972 dan dinyatakan lulus. Begitu mendapatkan ijazah SMP-nya,Kirno memutuskan merantau ke Jakarta.Namun ternyata ijazah SMP yang diandalkannya untuk melamar pekerjaan tidak banyak membantu.“ Di desa saya itu,kalau sudah tamat SMP maka dinilai sudah bisa mandiri.Apalagi bapak ibu saya SD saja tidak tamat,keluarga miskin,tidak mampu dan hanya bekerja sebagai petani.Sehingga saya ingin mengurangi beban orang tua dan jadi mandiri,makanya saya memutuskan merantau ke Jakarta,”ungkapnya. “Tapi ternyata ijazah (SMP) tersebut tidak laku untuk bekerja.Bahkan untuk menghidupi diri sendiri selama di Jakarta,saya sempat bekerja menjadi penarik becak malam hari.

Selama tahun 1973 sampai jelang 1974 pekerjaan itu saya geluti. Tempat tinggal pun jangan bayangkan seperti rumah kontrakan yang nyaman karena saya hidup di kompleks kuburan China di Cipulir dan saat di Kramat Sentiong tinggal di panglong kayu bersama komunitas tukang becak,” kenang Kirno. Menyadari kehidupannya di Jakarta tidak kunjung ada perbaikan, membuat ia berpikir keras bagaimana mem-perbaiki kehidupannya.Dari hasil ngobrol dengan teman-teman, Kirno mendapatkan informasi bahwa Sumatera belum seramai Jawa, khususnya Jakarta. Hal itulah yang membuatnya memutuskan untuk pindah ke Sumatera.

“Waktu itu tidak terpikir sama sekali saya akan merantau sampai ke Sumatera. Saya memilih Palembang karena dengar dari teman bahwa ini adalah kota besar dan wilayahnya masih sangat luas.Jadi di sana nanti bisa bercocok tanam, beternak, atau pekerjaan lainnya. Saya yakin hijrah merupakan syarat untuk memperbaiki kehidupan,” tutur bapak empat anak ini. Keyakinan Sukirno tersebut tidak salah.Di Bumi Sriwijaya inilah keberuntungannya bersinar. Dari bukan siapa-siapa,Sukirno sekarang adalah doktor bidang olahraga dan salah satu tokoh pendidikan serta olahraga di Sumsel. Meski telah menggenggam kesuksesan, Sukirno tidak akan pernah melupakan masa lalu yang membentuknya menjadi ia saat ini.

“Saya sangat bersyukur karena anak desa seperti saya ini mengenyam pendidikan hingga jenjang S-3. Saya juga bersyukur karena bisa mendapatkan pengalaman hidup yang sangat berharga.Pengalaman masa remaja itu membuat saya selalu ingat bahwa hidup tidak mudah,” kata pria kelahiran 10 Agustus 1955 ini.

Sumber: seputar-indonesia.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

ARSIP BERITA

Selamat Bekunjung, Semoga Bermanfaat

Blog ini adalah blog non profit dan dipersembahkan untuk para peminat dan praktisi dunia pendidikan untuk mengurai benang kusut pendidikan di daerah-daerah terpencil. Ini hanya sekelumit informasi mengenai pendidikan di daerah-daerah terpencil di Indonesia baik Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan pulau-pulau kecil di wilayah Indonesia. Untuk memperdalam dan menambah informasi mengenai dunia pendidikan, kami mengambil berbagai informasi baik opini, berita, maupun artikel yang berhubungan dengan dunia pendidikan di daerah terpencil.

Terimakasih telah berkunjung ke SwaraPendidikan